Halaman

Sabtu, 23 Februari 2013

Proyek Arkoun Dalam Kebebasan Takwil Al-Qur'an Dengan Metode Antropologinya (3)


Mohammed Arkoun
Menyambung pembahasan yang kedua, Arkoun memposisikan kisah Al-Qur'an antara mitos dan realitas. Di sini Arkoun memperlakukan kisah Al-Qur'an dengan satu metode yang menyimpang. Ia tidak menerima kisah-kisah itu sebagai keyakinan faktual, namun juga tidak mau mengatakan terus terang sebagai jenis khurafat. Ia menulis, "Jika kita bahas dua kata yaitu mitos dan kisah, maka kita akan dapati terjemahnya mythe dalam bahasa Perancis, karena mitos digunakan oleh para ahli antropologi untuk menunjuk kepada kisah yang benar dan tampak di dalamnya imajinasi sosial." (1)

Bertolak dari sana, Arkoun ingin membebaskan kajiannya dengan cara memalsukan bahasa sehingga menafikan dari sinonim kata mitos di dalam bahasa Perancis sesuatu yang bukan darinya dan memberikan arti "realitas" meski semantiknya mengarah kepada arti "khurafat". Perlu dicatat pula bahwa semantik yang simpang siur semacam itu tidak pernah muncul dalam kamus bahasa Barat, kecuali pada dekade terkini seiring dengan munculnya tren filsafat nihilisme yang bagi mereka dualisme makna hakiki dan khayal itu sama saja sehingga tak ada lagi distingsi keduanya. (2)

Tudingan yang menyatakan bahwa kisah Al-Qur'an bukanlah sesuatu yang faktual terjadi dalam sejarah bukanlah isu yang baru muncul dengan adanya teori Arkoun itu, melainkan telah lama akarnya ditemukan sejak masa kenabian ketika an-Nadhr ibnul-Harits memperhatikan gerak-gerik Nabi. Setiap saat Nabi saw. menyiarkan Islam kepada penduduk Mekkah sambil membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, an-Nadhr ibnul-Harits berdiri di belakang beliau sambil mengatakan Al-Qur'an adalah mitos umat terdahulu. Itulah asbab nuzul-nya firman Allah SWT,

"Dan apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepada mereka, mereka berkata, 'sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini), jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu." (al-Anfaal:31)

Bersambung...

(1) Lihat dialog dengan Arkoun dalam Majalah Anwal Tsaqafi, edisi 7 hlm. 8.
(2) Makna awal leksikal dari istilah mythe menunjuk kepada cerita-cerita yang keluar dari lisan hewan (fabel), sementara lawannya adalah logos atau akal. Namun, oleh Nietzche dan filsuf nihilisme, arti mitos itu menjadi sejenis hakikat. Hasyim Saleh membela pandangan Arkoun (gurunya) dalam buku Tarikhiyyat al-Fikr al-'Arabi, footnote hlm. 210, namun makna asli leksikal berlawanan dengan pandangan itu. Lihat kamus Micro Robert, hlm. 697.

Sumber :
Kritik Terhadap Studi Al-Qur'an Kaum Liberal (Perspektif, kelompok gema insani, 2010), oleh Fahmi Salim M.A.

Izzahdini, 23 Feb 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar