Halaman

Senin, 08 April 2013

Menelusuri Cerita Tafsir di Masa Sahabat

Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Menghidupkan ilmu itu adalah dengan cara mengulang-ulangnya." Karena sifat manusia yang mudah "lupa", sehingga perlu dialokasikan kesempatan untuk muroja'ah atau mengulang kembali ilmu yang telah didapat. Ibaratnya, ketika kita makan chocholate, semakin sering kita memakannya, semakin  hafal, apa warna bungkusnya, ada tulisan /gambar apa aja di sana, dan lain sebagainya. Beberapa hari yang lalu, ketika mendapat mata kuliah "sejarah tafsir" yang diampu oleh Ustad Hasan El Qudsi, saya tertarik dengan tema yang disampaikan oleh beliau, yaitu terkait "Sejarah Tafsir di Masa Sahabat". Berikut catatan yang berhasil didokumentasikan, hingga memutuskan untuk mengangkatnya ke derajat postingan... hehehe. Semoga ini bermanfaat untuk diri saya pribadi, dan teman-teman semua. Ayuuuk muraja'ah via blog, berselancar di dunia maya menembus lorong waktu di masa kenabian dulu...Eeeeitsciee hehehe ^_^


Ikhwah fillah, tentu kita sudah tidak asing lagi, mendengar nama-nama seperti, Abu Bakar as-Siddiq, Ali bin Abi Tholib, Umar bin Khottob, dan lain sebagainya. Ya, mereka adalah sahabat Rasulullah Saw. Lalu sebenarnya siapa sih yang disebut "sahabat" itu ? Ok, sahabat adalah Orang-orang yang  bertemu langsung dengan Rasullah Saw dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman pula.
Dan tahukah anda, ternyata tafsir perdana ini dilaunchingkan ketika masa sahabat dahulu. Tapi ketika itu, tafsir masih sangat sederhana sekali, mengapa begitu ? Ada beberapa poin di sini.
  1. Ketika itu problematika umat masih sederhana sekali (ga' kompleks kayak sekarang ini yaah)
  2. Penafsir ketika itu hanya Rasulullah Saw (bayangkan, nah lho)
  3. Dan saat itu pula para sahabat adalah ahli bahasa (Subhanallah, takbiiiir)
Dan ketika itu Rasulullah Saw hanya menafsirkan ayat Al-Qur'an sebagian saja, karena para sahabat merupakan ahli bahasa.  Serta Rasulullah Saw yang hanya membatasi penafsiran pada ayat-ayat yang bersifat kauniyah saja.
Mungkin akan muncul pertanyaan dalam benak kita (iyya khaan...^^), apakah dulu para sahabat ketika menafsirkan Al-Qur'an memiliki pemahaman yang berbeda-beda dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an ? Jawabannya, tentu saja iya. Karena sebab-sebab sebagai berikut :
  1. Kecerdasan para sahabat berbeda-beda
  2. Kedekatan dan mulazamah para sahabat kepada Rasulullah Saw (karena saat itu kuantitas abu bakar bertemu Rasulullah "kecil", dikarenakan sibuknya beliau melayani umat)
  3. Panjang Umurnya (Sehingga berkesempatan untuk bertanya pada yang lain)
  4. Pengetahuan para sahabat tentang bahasa arab  
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an ini ada 4 ketentuan dari perkataan sahabat yang dapat digunakan (ada rambu-rambunya dong, pastinya..), yaitu : 
  1. Sesuatu yang didalamnya tidak dimungkinkan tempat bercampurnya / berperannya akal / ijtihad.
  2. Tidak ada perkataan sahabat yang menyelisihinya
  3. Jika ada segolongan sahabat yang berbeda pendapat, maka diambil yang rajih
  4. Bersumber dari ahli kitab (isro'illiyat), terutama hal-hal yang berkenaan dengan kisah-kisah Nabi, umat terdahulu, dan ahli kitab terdahulu.
Tafsir di masa sahabat ini memiliki 7 nilai plus atau bisa dikatakan kelebihannya, yaitu :
  1. Tidak semua sahabat menafsirkan Al-Qur'an, tetapi ditafsirkannya sebagian saja, yaitu hal-hal yang masih belum jelas
  2. Sedikitnya perbedaan sahabat dalam memahami Al-Qur'an
  3. Mayoritas mereka menyuguhkan terhadap pemaknaan Al-Qur'an secara global
  4. Penjelasan terhadap makna ayat dengan menggunakan kata-kata yang ringkas
  5. Sedikitnya istinbath terhadap hukum-hukum fiqih dengan tujuan membela terhadap suatu madzhab. Hal ini dikarenakan  kesamaan aqidah mereka, dan perbedaan madzhab itu baru muncul setelah masa sahabat
  6. Karya tafsir di masa sahabat ini tidak dikodifikasikan (kodifikasi baru terjadi setelah abad ke-2)
  7. Tafsir pada masa ini masih berbentuk dalam hadits, bahkan salah satu bagian daripada hadits)
Rumuz 7 nilai plus di atas, bisa kita tuliskan (biar mudah menghafalnya) : Tafsir sebagian, bentuknya hadits, tidak dibukukan, paham beda dikit, makna global, makna berkata ringkas, istinbath hukum fiqih dikit.

Mengapa banyak yang menjadikan sahabat sebagai tempat rujukan ?, karena mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang mengetahui tempat dimana diturunkannya Al-Qur'an dan mereka pun ahli bahasa. Oh ya, dari tadi kita kok belum kenalan yach ? ada pepatah bilang, tak kenal maka ta'aruf. Eeem, jadi para mufassir di masa sahabat itu, diantaranya adalah khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Utsman, Umar, Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas'ud, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, dan Aisyah. Tapi yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas'ud, dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan doa dari Rasulullah Saw.
Wallahu a'lam


Izzahdini, 08 Apr 2013