Halaman

Kamis, 21 Februari 2013

Kapan Ilmu Tafsir Lahir ? Versi Dr.Muhammad Husain adz-Dzahabi, Pengarang kitab at-Tafsir wa al-Mufassirun

Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi (1915-1977 M) membagi jenjang tafsir berdasarkan 3 periode :

1. Periode Pertama : Masa Rasulullah saw dan Sahabat
     Pada masa ini nampak fakta mendasar, yaitu bahwa Rasulullah saw. memahami Al-Qur'an secara global maupun terperinci, sebagaimana para sahabat juga memahaminya secara global, yakni zhahirnya dan hukum-hukumnya. Pasalnya, memahami Al-Qur'an secara detail (terperinci) membutuhkan sebuah penelitian dan peerenungan serta kembali bertanya kepada Rasulullah.
Adapun para sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an pada masa ini berpegang pada 4 sumber:
Al-Qur'an Al-Karim, Hadis nabi Muhammad saw, Ijtihad dan Istinbath, dan cerita-cerita ahli kitab dari orang-orang Yahudi dan Nasrani. Adapun tokoh mufassir yang terkenal pada masa ini adalah:
Khulafaurrasyidin (Abu bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka'ab, Za'id bin Tsabit, Abu Musa al-Asyari, dan Abdullah bin Zabir (Menurut Imam Suyuti, dalam kitabnya al-Itqan)
Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi lalu menyebutkan keistimewaan tafsir pada zaman Rasulullah saw. dan para sahabat baik yang berhubungan dengan kuantitas maupun yang berhubungan dengan karakteristik metodologis dan caranya, seperti :
  • Al-Qur'an tidak ditafsirkan secara keseluruhan, tetapi hanya sebagian saja.
  • Minimnya perbedaan pendapat di antara sahabat dalam memahami makna-makna Al-Qur'an
  • Mereka merasa cukup puas dengan makna yang global
  • Mencukupkan dengan penjelasan seputar makna kebahasaan
  • Kelangkaan Istinbath penyimpulan ilmiah terhadap hukum-hukum fiqih dan sama sekali tidak ada tafsir sekte / aliran
  • Belum ada proses pembukuan hadits
2. Periode Kedua : Periode Tabi'in
      Mereka adalah murid-murid sahabat yang ikhlas, dan menukil sebagian besar riwayat tafsir dari para sahabat. Dalam penafsirannya ini para tabi’in berpegang kepada sumber-sumber yang telah ada pada masa pendahulunya, yaitu pertama, ayat al-Qur’an; kedua, hadist Nabi Muhammad SAW; ketiga, pendapat para sahabat; keempat, keterangan dari ahl al-kitab baik Yahudi maupun Nasrani; dan kelima, Ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri. Dan, keistimewaan yang paling penting tafsir era ini adalah tafsir di era itu mulai mengalami hal-hal berikut :
  • Mulai disusupi kisah-kisah Isra'iliyyat
  • Menjadi bentuk ilmu yang diajarkan langsung dan diriwayatkan
  • Tampak mulai muncul bibit-bibit perbedaan mahzab
  • Mulai dikenal perbedaan-perbedaan tafsir yang sebelumnya tidak dikenal di era sahabat
Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir, diantaranya :
a. Madrasah Tafsir di Makkah
Madrasah tafsir di Makkah ini didirikan oleh sahabat Abdullah Ibn Abbas, yang menjadi guru dan sekaligus menafsirkan dan menjelaskan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang dirasa masih sulit pengertiannya kepada para tabi’in.
Di antara para murid-muridnya yang terkenal (masyhur) adalah Said bin Jubair, Mujahid bin Jubair, Atha’ bin Abi Rabah, Ikrimah,Thawus bin Kaisan al-Yamani.
Adapun keistimewaan dari madrasah ini ditandai dengan keistimewaan para tokohnya, yaitu pertama, dalam hal qira’at, madrasah ini memakai qira’at yang berbeda-beda, seperti Said bin Jubair, kadang-kadang memakai qira’at Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan kadang-kadang memakai qira’at Zait bin Tsabit; kedua, dalam hal metode penafsiran, madrasah ini sudah memakai dasar aqliy.

b. Madrasah Tafsir di Madinah
Madrasah ini didirikan oleh Ubay bin Ka’ab. Pendapat-pendapatnya tentang tafsir banyak dinukilkan generasi sesudahnya. Di antara murid-muridnya dari kalangan tabi’in yang belajar kepadanya baik secara langsung maupun tidak, yang terkenal di antara merea ada tiga, yaitu Zaid bin Aslam, Abu ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi.
Keistimewaan madrasah di Madinah adalah pertama, telah ada sistem penulisan pada naskah-naskah dari Ubay bin Ka’ab lewat Abu Aliyah lewat Rabi’ oleh Abu Ja’far ar-Raziy dan juga Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim dan al-Hakim banyak meriwayatkan tafsir dari Ubay lewat Abu Aliyah; kedua, telah berkembang ta’wil terhadap ayat-ayat al-Qur’an, sebagimana diucapkan oleh Ibn ‘Aun tentang penta’wilan Muhammad bin Ka’ab al-Quraziy; ketiga, telah timbul penafsiran bir ra’y, terbukti tokoh Zaid bin Aslam membolehkan penafsiran bir ro’yi.

c. Madrasah Tafsir di Irak
Madrsah ini dipelopori oleh Abdullah bin Mas’ud dan dilindungi oleh Gubernur Irak Ammar bin Jaser, serta didukung oleh tabi’in di Irak, seperti Alqamah bin Qais, Masruq, Aswad bin Jaser, Murrah al-Hamdaniy, Amir asy-Sya’biy, Hasan al-Bashri, Qatadah bin Di’amah.
Keistimewaan dari madrasah tafsir di Iraq adalah pertama, secara global, madrasah ini lebih banyak diwarnai oleh ahli ra’yi; kedua, sebagai konsekuensinya, maka timbul masalah khilafiyah dalam penafsiran al-Qur’an; ketiga, sebagai kelanjutan adanya khilafiyah penafsiran al-Qur’an tersebut, maka timbullah metode istidlal.

3. Periode Ketiga : Periode Kodifikasi (Pembukuan) Tafsir
    Itu terjadi di akhir pemerintahan Bani Umayyah dan awal masa pemerintahan Abbasiyyah. Yang menarik dalam jenjang ini adalah periode itu meringkas dua jenjang sebelumnya dan memiliki unsur-unsur baru yang menjadikan tafsir mengalami langkah-langkah seni yang terbatas, yaitu sebagai berikut :
  • Langkah-langkah tafsir naqli secara keseluruhan dan pada saat itulah tafsir terpisah dari hadits
  • Langkah meringkas sanad-sanad hadits dengan tidak menisbatkan perkataan kepada pengujarnya
  • Langkah menafsirkan Al-Qur'an secara rasional
Adz-Dzahabi mengakhiri analisisnya dengan berkata, "Demikianlah tafsir berkembang dan kitab-kitab yang dikarang mulai menampakkan aliran-aliran yang berbeda-beda. Istilah-istilah ilmiah dan aqidah serta paham aliran (mazhabiyah) mulai terbukukan di dalam ungkapan-ungkapan Al-Qur'an, hingga akhirnya tampaklah kultur filsafat dan sains bagi umat Islam dalam tafsir Al-Qur'an."
Kemudian adz-Dzahabi mengulangi apa yang telah diungkapkan as-Suyuthi yang telah lalu seputar hal-hal yang membedakan sebagian kitab tafsir berupa kecenderungan nahwa, fiqih, aqli, atau sufi.
Wallahu a'lam

Sumber :
- At-Tafsir wa Al-Mufassirun (Dar Al-Hadits, 2005), oleh Muhammad Husain adz-Dzahabi
- Kritik Terhadap Studi Al-Qur'an Kaum Liberal (Perspektif, kelompok Gema Insani, 2010), oleh Fahmi Salim, M.A.

Izzahdini, 21 feb 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar